Restu, buku solo kedua (koleksi fuatuttaqwiyah)
Bicara tentang diri
sendiri itu membuatku membuka semua lembaran hidup masa lalu. Bila ada yang
bertanya siapa aku? Jawab singkatnya ya manusia. Sampai ajal menjemput ya
dikenal sebagai manusia di bumi. Namun, seiring berjalannya waktu tentu aku
ingin dikenal sebagai manusia yang bermanfaat. Kehadiranku adalah anugerah bagi
semesta dan lingkungan di sekitar.
Aku anak nomor dua.
Saudaraku banyak. Aku dibesarkan di lingkungan keluarga besar. Baik dari
keluarga bapak atau ibu. Kalau sudah berkumpul, keluarga besarku sangat ramai.
Bahkan rumah nenek yang besar pun tidak mampu menampung semua tamu. Apalagi
mereka rata-rata mempunyai mobil pribadi.
Aku pernah kuliah.
Alhamdulillah sampai selesai. Gelarku Sarjana Theologi Islam disingkat S.Th.I.
Kapan-kapan aku cerita tentang gelarku. Kali ini aku mau cerita tentang diri
sendiri. Bukan orang lain. Aku seorang pekerja keras. Apa pun yang terjadi aku berusaha
agar target, tujuan, dan impian tercapai. Maka, tak heran karya tulisku lumayan
banyak.
Selain pekerja keras
aku juga perfeksinois. Detail sesuatu kuperhatikan. Aku tidak mau terulang kembali
atau mengulang dari awal. Maka, prosedur selalu menjadi perhatian utama. Itu
juga yang membuatku selalu teliti terhadap sesuatu.
Profesi Guru
Aku menjadi guru tanpa
sengaja. Istilahku terjebak. Namun, saat ini aku justru bersyukur. Menjadi guru
memang tidak membuatku menjadi orang kaya harta, tetapi kaya hati. Bukankah itu
jauh lebih berharga. Akhlak menjadi tujuan pembelajaran. Tak terasa sudah 14
tahun kujalani. Kalau jadi buku entah sudah berapa buku? Sementara baru satu
buku solo, Restu yang menceritakan kisahku di Aceh. Ada beberapa antologi juga
yang membahas cerita selama menjadi guru. Sebut saja Jangan Pernah Berhenti
Mengajar 1 dan 2, Reminisensi Guru (sedang proses terbit), Tembang Cinta untuk
Guru (sedang proses terbit).
isi dari Restu (koleksi fuatuttaqwiyah)
Menulis
Hobi lama yang kugeluti
lagi setelah beberapa tahun vakum. Dari awal pun aku mengenalkan diri sebagai
guru yang bisa menulis. Alasannya sederhana, biar bisa ikut lomba guru. Dulu,
awal ikut lomba menulis untuk guru, pesertanya masih sedikit. Jarang guru bisa
menulis. Kalau sekarang sudah banyak. Soalnya memberku yang guru, rata-rata
sudah punya antologi. Namun, ikut lomba menulis guru sudah menjadi hobi. Jadi,
sebisa mungkin ikut lomba menulis untuk guru.
Itu dulu untuk episode
kali ini. Bersambung besok. Mau nulis buat event lomba dulu.
#ODOP#EstrilookCommunity
#Day22
#nubarSumatera
#ChallengeMenulis
#day7
0 komentar:
Posting Komentar