Menikmati Ragam Mie
Di Aceh
Oleh Fuatuttaqwiyah
El- Adiba
Mie bagi masyarakat Aceh adalah penganan
atau snack. Seperti halnya masyarakat di daerah lain, nasi masih menjadi
makanan pokok. Di Aceh penjual mie bertebaran sepanjang jalan Banda Aceh-
Medan.
Mie yang ditawarkan pun beragam. Dari mie
Aceh hingga mie caluk. Tinggal di daerah Aceh untuk masa yang lama membuat
penulis terbiasa menyantap mie sebagai snack atau pengganjal perut sementara.
Umumnya penjual di Aceh baru buka menjelang
siang sekitar jam sepuluh pagi. Masyarakat Aceh terbiasa memulai aktivitas agak
siang dibandingkan daerah lain. Sehingga tidak usah heran bila toko dan kedai
makanan baru buka di atas jam sembilan pagi.
Kedai mie akan tutup pada jam salat
Maghrib. Di Aceh, ada qanun(semacam undang-undang) yang mewajibkan seluruh toko
tutup ketika azan Maghrib berkumandang dan baru bisa buka setelah salat selesai
dilaksanakan.
Pengunjung kedai paling banyak ketika jam
lima hingga jam enam sore. Pasar Calue salah satu pasar yang hanya ramai di
sore hari. Pedagang dan pembeli tumpah ruah bertransaksi. Pasar kecil ini
menjadi rujukan bagi masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhannya.
Ragam mie di Aceh
Mie yang ada di Aceh dikenal dengan metode
penyajian atau cara masaknya. Mie kocok berarti cara pembuatannya dikocok. Mie
ini berasal dari Bandung. Untuk di jalan Banda Aceh–Medan, mie kocok yang
paling enak di Grukoh, Bireuen. Mienya berbeda dari yang lain baik rasa maupun
penyajiannya.
Mie Aceh yang terkenal di Banda Aceh adalah
mie Razali. Bumbu mie Acehlah yang membuatnya berbeda dengan yang lain. Mie
Aceh adalah mie yang berasal dari tepung tapioka. Warna merah dan kecoklatan
membuat mie terasa nikmat disantap ketika sore hari sambil menikmati
pemandangan jalanan yang penuh dengan lalu lalang kendaraan.
Mie yang lain dari daerah lain adalah mie
caluek. Mie yang berbumbu kacang ditabur. Bumbunya hampir seperti pecal.
Rasanya agak manis. Mie caluk bisa dimakan dengan mienya saja atau dicampur
dengan pecal. Di daerah Aceh memang ada mie yang dijual dengan pecalnya.
Pilihan tergantung selera pembeli.
Jenis mie lain adalah mie arang. Sebutan
ini karena cara masaknya menggunakan arang. Bisa mie goreng atau mie rebus.
Beberapa kedai mie di Aceh dilengkapi
dengan fasilitas wifi. Hal ini jelas membuat para pengunjung betah dan enggan
pergi. Para pedagang di Aceh sangat ramah. Bila sudah kenal baik, kita
terkadang diajak mengobrol dan bercerita. Orang Aceh sangat senang dengan duduk
di kedai mie atau kopi. Mereka bisa berjam- jam menghabiskan waktunya di sana.
Khususnya bagi kaum laki-laki.
Terkadang di kedai mie, bisa untuk meeting
dengan klien atau sekadar menikmati berdua dengan pasangan. Beberapa kali
penulis melihat pasangan suami isteri menikmati mie dengan bahagianya. Ada juga
yang sekadar duduk sambil menulis atau menggali inspirasi.
Orang Aceh pada dasarnya sangat ramah
dengan pendatang. Hanya diperlukan pendekatan yang sopan dan tidak menyinggung
harga diri mereka.
Harga mie di Aceh dari mulai Rp.3000- 5000.
Bila di Banda Aceh harganya di atas itu. Apabila dicampur dengan kepiting
harganya berkisar Rp.15.000- Rp.20.000.
Tertarik untuk mencoba? Silakan datang ke
Aceh. Dan rasakan sensasi mienya!(FT)
Mie caluek 2 ribu...hm
BalasHapus